Minggu, 28 Oktober 2012

Teknik Budidaya Tanaman Kacang Hijau

PENDAHULUAN
Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dimakan rakyat Indonesia, seperti: bubur kacang hijau dan isi onde-onde, dan lain-lain. Kecambahnya dikenal sebagai tauge. Tanaman ini mengandung zat-zat gizi, antara lain: amylum, protein, besi, belerang, kalsium, minyak lemak, mangan, magnesium, niasin, vitamin (B1, A, dan E). Manfaat lain dari tanaman ini adalah dapat melancarkan buang air besar dan menambah semangat hidup. Selain itu juga dapat digunakan untuk pengobatan hepatitis, terkilir, beri-beri, demam nifas, kepala pusing/vertigo, memulihkan kesehatan, kencing kurang lancar, kurang darah, jantung mengipas, dan kepala pusing.

TEKNOLOGI BUDIDAYA
a.    Penggunaan Varietas Unggul
Menurut Balitkabi (2005), semua varietas kacang hijau yang telah dilepas cocok di tanam di lahan sawah. Namun, untuk daerah endemik penyakit embun tepung dan bercak daun (Cercospora) dianjurkan menanam varietas Sriti, Kenari, Perkutut, Murai, dan Kutilang. Pada Tabel 3 disajikan keunggulan beberapa varietas unggul yang telah dilepas. Diharapkan petani mempunyai banyak pilihan dalam menggunakan varietas kacang hijau yang mereka sukai.
b.    Penyiapan lahan
Kacang hijau dapat tumbuh pada semua jenis tanah sepanjang kelembaban dan tersedianya unsur hara yang cukup. Untuk itu lahan yang akan dipergunakan harus dipersiapkan sebaik-baiknya. Pada lahan sawah setelah panen padi, tidak perlu dilakukan pengolahan tanah (tanpa olah tanah=TOT). Menurut Sunantara (2000) dan Balitkabi (2005), jerami cukup dipotong pendek atau rata dengan tanah. Sementara itu, pada lahan sawah yang sudah agak lama tidak ditanami perlu dilakukan pengolahan tanah secara sempurna. Untuk menghindari air tergenang pada musim hujan perlu dibuat saluran drainase dengan lebar dan kedalaman 20-30 cm dan jarak antar saluran maksimum 4 m (Balitkabi, 2004).
c.    Penanaman
Pada daerah endemis hama lalat bibit dan untuk menghindari serangan semut maka terlebih dahulu benih dicampur dengan Marshal 25 ST (Carbosulfan) dengan takaran 10-15 g/kg benih atau Fipronil dengan takaran 5 cc/kg benih. Penanaman dilakukan dengan sistem tugal sebanyak 2-3 biji/lubang dengan kedalaman 3-5 cm, kemudian ditutup dengan abu dapur/jerami atau tanah halusl atau pupuk kandang. Kebutuhan benih berkisar 15-20 kg/ha. Jarak tanam bervariasi, yaitu 40x10 cm (populasi 300.000-400.000 tanaman/ha) pada musim hujan atau 40x15 cm (populasi 400.000-500.000 tanaman/ha) pada musim kemarau (Balitkabi, 2005; Hilman, et al., 2004). Balitkabi (2004) juga menyarankan jarak tanam mengikuti jarak tunggul padi. Pada saat tanam, kelembaban tanah tidak boleh terlalu tinggi karena dapat menyebabkan biji busuk. Penyulaman dapat dilakukan umur 7 hari (Tim Prima Tani, 2006). Menurut Hilman, et al. (2004), pada umumnya petani melakukan penanaman benih kacang hijau sesudah padi dengan cara sebar benih sebelum atau sesudah padi dipanen. Sebar benih kacang hijau setelah padi dipanen dilakukan dengan atau tanpa pembabatan jerami, dan benih yang diperlukan berkisar 50-75 kg/ha.
d.    Pemupukan
Dalam bertanam kacang hijau, petani jarang melakukan pemupukan. Cara ini juga disarankan terutama pada lahan-lahan yang subur. Sedangkan pada tanah kurang subur diberikan pupuk sebanyak 45 kg Urea + 45- 90 kg SP36 + 50 kg KCl/ha (Hilman, et al., 2004; Balitkabi, 2005). Sunantara (2000) menyarankan pemberian pupuk sebanyak 50 kg Urea + 60 kg SP36 + 50 kg KCl/ha. Pupuk diberikan pada saat tanam secara larikan di sisi lubang tanam sepanjang barisan tanaman. Bahan organik berupa pupuk kandang sebanyak 15-20 t/ha atau abu dapur/abu hasil pembakaran jerami sebanyak 5 t/ha sangat baik diaplikasikan untuk menutup lubang tanam. Menurut Balitkabi (2004), cara ini dapat meningkatkan hasil kacang hijau mencapai 1,5 t/ha.
e.    Penggunaan Mulsa Jerami
Penggunaan mulsa jerami yang ditebar pada hamparan pertanaman kacang hijau secara merata dapat mengurangi serangan hama lalat bibit, menekan pertumbuhan gulma, dan memperlambat proses penguapan air tanah. Balitkabi (2005) dan Tim Prima Tani (2006) menganjurkan penggunaan jerami dengan takaran sebanyak 5 t/ha.
f.    Penyiangan
Penyiangan dilakukan tergantung dengan pertumbuhan gulma. Sunantara (2000) menganjurkan umur 10-15 hari setelah tanam (hst) dan 25-30 hst, dengan cara dikored atau menggunakan cangkul. Pada daerah yang langka tenaga kerja dapat menggunakan herbisida pra tumbuh non selektif seperti: Lasso, Paraquat, Dowpon, dan Goal dengan takaran 1-2 l/ha yang diaplikasikan 3-4 hari sebelum tanam.
g.    Pengairan
Kacang hijau termasuk tanaman yang toleran terhadap kekurangan air, yang penting tanah cukup kelembabannya. Namun, bila tanah pertanaman kacang hijau kekeringan sebaiknya segera diairi terutama pada periode kritis, yaitu: saat tanam, saat berbunga (umur 25 hst), dan saat pengisian polong (umur 45-50 hst) (Sunantara, 2000). Untuk kacang hijau yang ditanam di tanah bertekstur ringan (berpasir), umumnya pengairan dilakukan dua kali yaitu umur 21 dan 38 hst, sedangkan pertanaman di tanah bertekstur berat (lempung), biasanya diperlukan pengairan hanya satu kali (Balitkabi, 2005).
h.    Pengendalian Hama
Serangan hama merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya hasil di tingkat petani. Dilaporkan terdapat sebanyak 30 jenis serangga yang telah diketahui merupakan hama kacang hijau dan 20 jenis digolongkan sebagai hama penting yang dapat menurunkan kualitas tanaman kacang hijau. Hama ini menyerang seluruh bagian tanaman kacang hijau sejak tanaman tumbuh sampai panen (Tengkano, 1986 cit LPTP, 2000). Diantara hama penting kacang hijau tersebut adalah: lalat bibit Ophyomia phaseoli, ulat jengkal Plusia chalsites, kepik hijau Nezara viridula, kepik coklat Riptortus linearis, penggerek polong (Maruca testulalis dan Etiella spp.) dan kutu thrips (Hilman, et al., 2004). Menurut Nurdin (1994), di Sumatera Barat hama utama yang menyerang tanaman kacang hijau adalah: lalat bibit Ophyomia phaseoli, Aphid sp, belalang, ulat grayak Spodoptera litura, ulat penggulung daun Lamprosema indicata, ulat jengkal Plusia chalsites, kepik hijau Nezara viridula, kepik coklat Riptortus linearis, dab penggerek polong Maruca testulalis. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan menerapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Penggunaan insektisida merupakan alternatif terakhir bila cara lain tidak mangkus dalam mengendalikan hama. Insektisida anjuran, antara lain adalah: Confidor, Regent, Curacron, Atabron, Furadan, atau Pegassus dengan dosis 2-3 ml/l air dan volume semprot 500-600 l/ha (Balitkabi, 2005). Menurut Sunantara (2000), untuk pengendalian lalat bibit, ulat daun maupun penggerek polong dapat digunakan insektisida: Marshal, Fastac, Decis, Matador, dan Atabron. Sedangkan untuk mengendalikan kutu dan kepik yang menyerang daun maupun polong dapat digunakan insektisida: Decis, Basso, Kiltop, Ambush, dan Larvin. Waktu penyemprotan insektisida tergantung populasi hama di lapangan. Bila populasi telah mencapai ambang kendali, baru dilakukan penyemprotan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes