Sabtu, 27 Oktober 2012

Pembandingan Kultur Jaringan Antara Anggrek dan Pisang


Anggrek
Interaksi perlakuan waktu perendaman dengan konsentrasi kolkhisin berpengaruh nyata pada parameter diameter batang, ukuran bunga anggrek, ketebalan sepal, ketebalan labellum dan jumlah kromosom. Perlakuan waktu perendaman 6 jam dengan konsentrasi kolkhisin 0,02% menghasilkan jumlah kromosom yang banyak, yaitu sebesar 96,667 (2n), dan rerata perlakuan menunjukkan jumlah kromosom (2n = 88,148) lebih besar dibandingkan dengan kontrol (2n = 38) (lihat tabel 7). Jumlah kuntum bunga per tangkai tidak menunjukkan pengaruh nyata pada perlakuan yang diberikan (Tabel 2), hal ini menunjukkan bahwa pemberian kolkhisin belum dapat merubah jumlah kuntum yang ada dalam satu tangkai. Kolkhisin dapat mengubah jumlah kromosom dalam sel. Hal ini tampak pada perubahan jumlah kromosom yang amat banyak pada tanaman yang mendapat perlakuan waktu perendaman dengan konsentrasi kolkhisin dibandingkan dengan jumlah kromosom pada tanaman kontrol (2n = 38). Pemberian kolkhisin pada tanaman memperlihatkan pengaruhnya pada nukleus yang sedang membelah (Suryo, 1995). Proses mitosis mengalami modifikasi dimana tidak terbentuk benang spindel, sehingga kromosom kromosom tetap tinggal berserakan dalam sitoplasma. Pada stadium ini kromosom kromosom memperlihatkan gambaran seperti tanda silang. Akan tetapi kromosom-kromosom dapat memisahkan diri pada sentromernya dan dimulailah anafase. Selanjutnya terbentuklah dinding nukleus sehingga nukleus restitusi (nukleus perbaikan) mengandung jumlah kromosom lipat dua. Apabila pengaruh dari kolkhisin telah menghambur, sel poliploid yang baru ini dapat membentuk spindel pada kedua kutubnya, dan membentuk nukleus anakan poliploid seperti pada telofase dari mitosis biasanya (Suryo, 1995). Sifat umum tanaman poliploid adalah memiliki ukuran bagian-bagian tanaman lebih besar, meliputi akar, batang, daun, bunga, atau buah. Tanaman poliploid juga memiliki ukuran sel yang lebih besar, inti sel besar, buluh-buluh pengangkutan berdiameter lebih besar, dan ukuran stomata yang lebih besar. Bertambahnya ukuran diameter buluh-buluh pengangkutan, sebagai akibat pemberian kolkhisin, menyebabkan diameter batang tanaman yang lebih besar pula. Bunga anggrek yang dihasilkan pada tanaman anggrek dengan perlakuan kolkhisin menampakkan ukuran dan ketebalan bunga yang berbeda-beda dan lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Ukuran bunga yang besar ini dapat terjadi karena pengaruh pemberian kolkhisin. Sandra (2003) menyatakan bahwa salah satu teknik membuat anggrek raksasa atau lebih besar dari keadaan normalnya adalah dengan melipatgandakan kromosom (poliploid). Pelipatgandaan kromosom dapat dibantu dengan yaitu kolkhisin. Tanaman anggrek normal yang diberi kolkhisin akan tumbuh lebih besar. Berlipat gandanya gen dalam tanaman anggrek akan menyebabkan ekspresi atau penampakan yang muncul juga menjadi lebih berlipat, termasuk ukuran dan ketebalan bunga anggrek, sependapat dengan Addink (2002) yang menyatakan kolkhisin dapat digunakan untuk penggandaan jumlah kromosom atau poliploidisasi. Perubahan secara fenotipik bunga tanaman anggrek terjadi pada setiap perlakuan waktu perendaman dengan konsentrasi kolkhisin, yaitu perubahan warna bunga, tingkat kehalusan permukaan bunga, bulu-bulu dan tepi labellum (Tabel 8 dan 9). Tanaman anggrek dengan perlakuan kolkhisin mempunyai warna bunga ungu yang lebih gelap dan mengkilat. Bulu-bulu labellum pada bunga anggrek yang mendapat perlakuan kolkhisin lebih panjang, keras dan tebal. Kedua tepi labellum sangat berdekatan dan lebih keriting. Pada perlakuan waktu perendaman 9 jam dengan konsentrasi 0,02% menunjukkan keunikan pada kuntum bunga ke-3, yang mana bunga anggrek tersebut memiliki posisi terbalik atau bunga menghadap ke atas (posisi labellum di atas). Keunikan juga terjadi pada tanaman anggrek dengan perlakuan waktu perendaman 9 jam dengan konsentrasi 0,01%. Tanaman tersebut memunculkan bunga anggrek yang hanya terdiri dari sepal dan labellum atau kehilangan kelopak bunga (petal) dan bunga dengan posisi terbalik. Hal ini karena adanya perubahan genetik tanaman yang diakibatkan pemberian kolkhisin. Yatim (2000) mengemukakan bahwa kelainan yang terjadi pada suatu individu berkaitan erat dengan kelainan materi genetik. Kelainan itu bisa terjadi karena perubahan menetap pada komposisi molekul DNA suatu gen, bisa pula pada benang kromatinnya. Perubahan pada benang kromatin disebut mutasi besar atau aberasi.

Pisang
Berdasarkan percobaan, persentase hidup eksplan sangat bervariasi dan perlakuan NAA dan Kinetin, kultivar pisang, dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Beberapa eksplan yang mati rata-rata disebabkan oleh pencoklatan dan infeksi mikroba. Pencoklatan terjadi pada umur 1 hari sampai 2 minggu setelah penaburan. Pencoklatan salah satunya disebabkan oleh sintesis metabolit sekunder. Fitriani (2003) mendapatkan bahwa warna coklat kalus menandakan sintesis senyawa fenolik. Dalam penelitian ini, sel mengalami cekaman luka pada jaringan, selain cekaman dari medium. Vickery & Vickery (1980) menyatakan bahwa sintesis senyawa fenolik dipacu oleh cekaman atau gangguan pada sel tanaman. Senyawa fenol sangat toksik bagi tanaman dan dapat menghambat pertumbuhan. Untuk mencegah timbulnya warna coklat (browning) pada luka bekas potongan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Polivinylpyrrolidone (PVP) yang cukup efektif mampu menyerap senyawa toksik dosis 1 ppm (Widiastoety, 2001). Terbukti bahwa dalam percobaan ini polifenol dapat dikurangi, hal ini terlihat dengan kurangnya pencoklatan yang terjadi, meskipun pada kultivar pisang kepok dan raja masih lebih tinggi dibandingkan dengan pisang mauli.  Dengan proses pemanasan, fruktosa akan mengadakan interaksi dengan senyawa-senyawa lain dalam medium, misalnya MgSO4- yang dapat membentuk senyawa yang bersifat toksis, sehingga dapat merangsang terjadinya pencoklatan (Soepraptopo, 1979 dalam Ambarwati, 1987).  Pencoklatan juga disebabkan oleh adanya gen B. Menurut Purwanto (1991) keberadaan sejumlah genom B mempengaruhi tingkat kandungan fenol dan aktivitas polyphenoloksidase, semakin banyak jumlah genom B semakin tinggi pula aktivitas enzim polyphenoloksidase. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya produksi phenol pada pisang kepok yang memiliki genom BBB dan pisang raja yang memiliki genom AAB, sedangkan pada pisang mauli pencoklatan lebih kecil.

Kesimpulan
Dari data yang telah disajikan diatas terlihat jelas bahwa teknik kultur jaringan dari tanaman anggrek dan pisang memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Hal ini dimungkinkan karena tujuan kultur jaringan itu sendiri berbeda antara kultur jaringan yang dilakukan di pisang dan kultur jaringan yang dilakukan pada tanaman anggrek. Jenis tanamannyapun berbeda sehingga teknik kultur jaringannyapun juga berbeda.
Zat yang digunakan dalam kultur jaringan antara pisang dan anggrekpun berbeda. Pada anggrek menggunakan zat kolkhisin, karena kolkisin berpengaruh nyata pada parameter diameter batang, ukuran bunga anggrek, ketebalan sepal, ketebalan labellum dan jumlah kromosom anggrek (untuk keterangan kolkisin lerlampir di ringkasan diatas). Sedangkan zat yang digunakan pada kultur jaringan tanaman pisang adalah NAA dan kinetik (untuk keterangan NAA dan kinetik terlampir di ringkasan diatas).

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes